"Sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi yang lainnya"

Selamat Datang di Sofyan Blog's - "Kesuksesan hanya milik mereka yang mau berjuang"

Mbah Mun Kalicode

5 tahun yang lalu tepatnya  sore hari bulan pertama pada tahun 2005 hari jum'at saya melihat seorang kakek sedang memancing di bawah jembatan sayidan. Padahal waktu itu arusnya sangat deras sekali. Lumpur bawaan dari gunung merapi meluncur deras melewati aliran kalicode. Kakek tersebut duduk di atas batu, sambil mengayunkan kailnya ke arah kalicode yang menurut saya tidak ada ikannya. Pertama karena aliran deras lahar dingin dari kali code. Yang kedua karena aliaran airnya sangat deras dan terlihat kotor. Dari atas jembatan saya melihat kakek tersebut melemparkan kail, namun sekali tarik pasti kakek tersebut mendapatkan ikan. Anehnya lagi tidak ada umpan yang digunakannya. Namun sekitar setengah jam saya melihat kakek memancing dan sudah mendapatkan setengah kantung kresek yang ditaruh di sampingnya.

Rasa penasaran saya semakin menjadi, aneh sekali kakek itu. Tidak menggunakan umpan bisa mendapatkan ikan banyak. Derasnya kalicode membuat saya semakin tambah penasaran. Kemudian saya turun ke bawah menghampiri kakek tadi. Saya ucapkan salam.
"Assalamulalaikum"
"Wa'alikumsalam"
"Saya arif kek, maaf kek sebelumnya. Tiap hari kakek mancing di kalicode ini?" tanyaku 
"Kadang-kadang saja nak"
"Kakek kok bisa mendapatkan ikan sebnayak itu?Padahal kan aliran air sedang deras kek?itu lahar dingin merapi apa tidak membahayakan kakek?"Tanyaku kembali seraya masih penasaran.
"Sudah biasa nak, hidup miskin itu akan dicukupi olehNya, asalkan kita mau berusaha" Seraya jari telunjuk kakek menunjuk ke langit yang sudah mulai menghitam.
"Nak, panggil saya mbh mun. Cukup itu saja, jangan ditambah dan dikurangi" jawab kakek dengan jelas.

Penasaran saya semakin menjadi, ingin rasanya bertanya kenapa tidak menggunakan umpan tetapi bisa mendapatkan ikan sebanyak itu, jawabnnya hanya siapa yang mau berusha maka aakn dipenuhi rizki olehNya. Rasanya mustahil tapi ini nyata. Kalau saya tanya nanti kakek itu bisa tersinggung.
Senja sudah kembali ke peraduan, maghrib kembali menyapa kami di kota gudeg ini. Saya kemudian pamit pada mbah mun. Karena kakek tersebut maunya dipanggil dengan sebutan mbah mun.

1 bulan sampai 2 bulan pikiran saya masih tertuju pada mbah mun, seorang kakek yang usianya sudah lanjut namun masih kokoh berdiri di atas batu tepatnya di bawah jembatan kalicode. Penasaran semakin menjadi, tepat hari jum'at setelah selesai kuliah saya menuju ke jembatan sayidan, saya melihat ke bawah, namun kakek itu tidak ada.
"Ke mana perginya mbah mun?" batinku.
Kemudian saya mencoba tanya pada tetangga yang rumahnya ada disekitar bantaran kalicode. Rumah satu ke rumah lain saya kunjungi, namun sampai pada rumah ke lima sama sekali tidak melihat ada kakek yang memancing di kalicode iu.
"Ah sudahlah, mungkin memang tetangga-tetangga tidak melihat saat mbah mun memancing" batinku berdiskusi sendiri.

Kembali saya pulang menuju kos yang tidak jauh dari jembatan merah di jalan gejayan. Jembatan yang warnannya merah, sehingga mendapat sebutan jembatan merah. Konon katanya jembatan merah itu ada sejarahnya, namun sampai sekarang belum ada yang bisa menjelaskan secara pasti awal mula adanya jembatan merah itu. Tetapi yang jelas karena jembatan tersebut bercat merah. itu saja.

Setelah  1 tahun berjumpa dengan mbah mun saya kembali mempunyai keinginan untuk mencari mbah mun di bawah jembatan sayidan. Tepat 1 tahun yang lalu saya melihat mbah mun, kemudian hari ini saya bergegas meluncur ke jembatan sayidan, kali ini saya berangkat lebih cepat dari biasanya, jam 3 sore sudah berangkat menuju jembatan sayidan. Karena kos saya menuju jembatan sayidan sekitar 1 jam. Dari atas jembatan saya mencoba melirik ke bawah. Betapa kagetnya, di bawah mbah mun sedang memancing sambil sumringah, sama persis seperti apa yang saya lihat 1 tahun yang lalu. Mbah mun berdiri di atas batu kemudian melemparkan kailnya ke arah derasnya kalicode. Namun kali ini tidak ada lahar dingin yang mengalir pada sungai ini. Karena merapi tidak memuntahkan laharnya kembali, dan saya berharap semoga gunung merapi tidak meletus lagi. Sehingga warga dan semua penduduk yang ada di Yogyakarta bisa merasakan keamanan dan ketenangan.

Rasa keheranan tidak pernah hilng dari benark saya, semakin hari  semakin menggebu. Saya turun mendekati mbah mun.
"Asslamu'alikum mbah"
"Wa'alikumsalam. O, kamu lagi to nak? yang 1 tahun pernah kemari itu?" sapa mbah mun dengan senyuman.
Betapa kagetnya saya. Mbah mun ingat kalau 1 tahun yang lalu saya kemari. Siapakah mbah mun?atau mungkin dia wali, atau siapa. Gerak-geriknya aneh. Orangya santun dan siapa saja yang melihatnya akan mendapatakn kedamaian. Mbah mun tahun lalu ketika memancing juga menggunakan kaos dan celana yang sama. Di tambah lagi ada sarung berwarna coklat yang dikalungkan di pundaknya. Tiba-tiba saya ingat belum menjawab pertanyaan mbah mun tadi, sambil terbata-bata saya menjawab.
"Iy, iy. iyaa mbah, mbah ke mana saja kok tiap kali saya kemari mbah tidak ada?"
"Gak ke mana-mana. Tiap sore mbah juga kemari nak, mencari ikan buat dibagikan masyarakat miskin. Karena para pejabat sudah memikirkan perutnya sendiri, rakyat tidak pernah dipikirakan. Mereka tidak punya hati nurani nak."Jawab mbah mun penuh diplomatis

Saya memandang mbah mun serasa dalam mimpi. Air kalicode meluncur dengan deras. Disebelah selatan anak-anak mandi dengan penuh riang. Air kotor tidak menjadi masalah buat anak-anak. Karena kegembiraaan yang selalu melekat pada masa-masa seperti itu. Diatas terdengar suara piring pecah, dan seorang laki-laki sedang memaki perempuan. Mungkin suami istri sedang bertengkar.
"Nak, kenapa kok melamun?sudah tidak usah memikirkan orang yang bertengkar, gak ada gunanya juga, yang terpenting besok kalau sudah berkeluarga yang rukun, sayangi istrimu seperti kamu menyayangi ibumu" suara mbah mun membuyarkan lamunanku.

Pelajaran yang luar biasa saya dapatkan di antara derasnya arus kalicode. Mbah mun merupakan guru yang tidak pernah saya temui. Bawaannya sederhana dan itu-itu saja.
"Iya mbah, doakan saya menjadi orang yang sabar ya mbah?" pintaku pada mbah mun
"Iya nak, mintalah sama yang di atas, pasti akan dikabulkan jika kamu yakin atas permintaanmu itu" jawab mbah mun kembali.
Kata yang terucap dari mbah mun selalu mengandung makna yang sangat filosofis. Hatiku selalu bertanya siapa mbah mun itu, kenapa hanya muncul 1 tahun sekali.
"Mbah, saya pamit dulu ya? oh ya mbah. saya bisa menemui mbah lagi di mana?pintaku lirih.
"Mbah selalu disini, tidak pernah ke mana-mana. Temui mbah saja disini, jangan di tempat lain"
Saya mengangguk dan bersalaman dengan mbah mun, kucium tangan mbah mun. Betapa wanginya tangan mbah mun, tangannya juga halus. Menurut saya mbah mun bukan manusia sembarangan tetapi lebih dari itu.
Saya berjalan menuju motor dan kembali bergegas menuju kos saya di dekat jembatan merah.

Detik melipat jam, jam melipat hari, hari melipat minggu dan tahunpun meninggalkan bulan. Begitulah 2 tahun yang ku alami. Jembatan sayidan telah berubah. Lampu waran-warni selalu berkedip tiap malam. Menyuguhkan suasana yang indah. Ingin rasanya ketika berjalan malam hari berhenti tepat di pinggir jembatan.

Kejadian itu saya alami selama 5 tahun. Tiap tahun saya menemui kakek di bawah kalicode. Mbah mun selalu memberikan nasehat yang inspiratif.  Semua terjadi tanpa disengaja, mbah mun merupakan guru spiritual saya. Semua kejadian itu lahir begitu alami, seperti uap air yang menjadi hujan. Tidak bisa dilogikakan dengan orang awam.

Memasuki tahun ke 6 saya kembali menuju bawah jembatan sayidan. Biasanya sore hari sekitar pukul 4 mbah mun sudah  berada di sana sambil memancing. Namun kali ini saya tidak menemukan mbah mun seperti yang pernah terjadi 5 tahun yang lalu. Saya mencoba menunggu. Detik terus melaju, 1 jam telah berlalu, jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Barangkali mbah mun datang sebentar lagi. Namun penantianku sia-sia. Sampai pukul 18.00 WIB mbah mun belum juga datang. Saya kemudian naik ke atas dan sholat di masjid agung dekat alun-alun utara. Berharap setelah maghrib, saya bisa menemui mbah mun di bawah jembatan sayidan.

Setelah sholat berjama'ah, saya kembali mencari mbah mun di bawah jembatan. Namun nihil. Akhirnya saya putuskan unutk kembai ke kos.

Ditengah perjalanan tepat dilampu merah tugu jogja, saya melihat ada seorang kakek sedang duduk di pojok  warung angkringan. Sepertinya mirip sekali dengan mbah mun. Kemudian saya bergegas menuju tempat kakek tersebut berada. Namun sial. Didepan kendaraan macet dan akhrinya harus terkena 2 kali lampu merah. Saya berharap cemas semoga kakek itu masih di sana. Lampu hijau kembali menyala, saya meluncur tepat di warung angkringan. Namun kakek tadi sudah menghilang, entah ke mana perginya kakek tadi. Kemudian saya bertanya kepada penjual angkringan.
"Pak numpang nanya, apakah tadi bapak melihat ada kakek-kakek duduk si sebelah sini?" saya sambil menunjukkan tempat di mana kakek tadi duduk.
"Tidak ada mas, dari tadi dari awal jualan sampai sekarang juga tidak ada kakek di situ" jawab bapak penjualan angkringan yang berkumis tebal itu. Namun suaranya ramah sekali.
"Oh, ya udah pak, terima kasih sebelumnya". Kemudian saya meneruskan perjalanan melewati jalan Urip Sumuharjo,

Jam menggulung detik, minggu menggulung hari dan tahun telah menggulung bulan. Sudah 1 tahun ini saya tidak jumpa dengan mbah mun. Masih adakah belaiu, atau kembali ke desanya atau sudah enggan tinggal di kota gudeg ini yang semakin lama jalan semakin macet, muda-mudi sudah tak punya harga diri lagi. Banyak kemungkinan-kemungkinan mengenai perginya mbah mun. Namun apa yang beliau ajarkan selalu menancap di hatiku. Guru yang ku dapatkan dari jembatan sayidan di Yogyakarta.














Tag : cerpen

Related Post:

0 Komentar untuk "Mbah Mun Kalicode"

Sahabat, silahkan tulis komentar yang membangun, gunakan bahasa yang baik dan sopan. Mari berbagi dalam kebaikan.
Salam perjuangan

Back To Top