![]() |
sumber gambar |
Tulisan ini sama sekali bukan bermaksud pamer. Ini hanyalah pengalaman ketika duduk di bangku sekolah menengah atas. Dan juga sekalian untuk mengingat masa lalu. Tentunya sebagai pengalaman dan perbaikan untuk meraih masa depan yang lebih baik. Jika kita dulu bisa berprestasi, sekarang kita harus bisa. Anak desa yang datang dari pelosok Jambi jangan sampai menjadi beban untuk terus berkembang. Biarkan saja kita anak desa, tapi kita harus tetap menjadi manusia yang luar biasa. Kelak kita juga harus kembali membangun desa, dengan penuh keikhlasan dan perjuangan. Tulisan di bawah ini adalah pengalaman mengikuti MTQ. Dari kecil semenjak sekolah dasar dan akhirnya bisa mencapai tingakt provinsi. Hehe. Semoga bisa menjadi pemacu bagi teman-teman atau adik-adik yang ingin ikut meluhurkan agama. Bisa dengan cara apa pun. Salah satunya adalah ajang MTQ.
Tahun 2002
merupakan hari yang bersejarah bagiku. Saat itu aku duduk di kelas 1 SMA.
Masa-masa SMA memang suatu masa yang sangat berkesan dan meninggalkan beribu
kenangan. Karena saat SMA aku masih ingin bersenang-senang. Tetapi tentunya aku
juga harus berprestasi. Janganlah kesenangan itu kemudian meninabobokanku
sehingga aku tidak menjadi apa-apa. Dan pada akhirnya aku hanya menjadi manusia
yang tidak berguna. Apa bedanya aku sebagai pelajar dengan orang lain yang
belum memiliki kesempatan untuk belajar.
Masa itu menjadi
masa yang tak terlupakan. Berawal dari pengalaman menimba ilmu agama yang
menurutku belum seberapa tetapi kemudian aku di delegasikan untuk mengikuti
lomba Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) pada cabang Fahmil Qur’an atau bisa
disebut cerdas cermat pemahaman Al Qur’an oleh salah satu kecamatan yang ada di
Provinsi Jambi. Pertimbangannya adalah karena aku menjadi pemenang MTQ cabang Fahmil
Qur’an tingkat kecamatan. Setelah mendapatkan surat izin dari sekolah maka aku
berangkat mengikuti MTQ tingkat kabupaten. Pada hari yang telah ditentukan aku berangkat
sehabis zuhur beserta rombongan kafilah yang lain. Ketika dalam perjalanan aku
sangat menikmatinya. Karena banyak jalan yang berlubang, terjal dan
berkelok-kelok. Jalan jelek bagiku sudah biasa karena tempat tinggalku cukup
jauh dari kota Jambi.
Dalam perjalanan,
aku memiliki tekad untuk memberikan yang terbaik karena ini merupakan ajang
meluhurkan Al Qur’an dan mencari ridho dari-Nya. MTQ di Provinsi Jambi cukup semarak dan meriah.
Karena diawali dari desa, kecamatan, kabupaten dan Provinsi. Alhamdulillah aku terpilih mewakili kecamatan
dari beberapa generasi yang hebat di sana. Sambil bertegur sapa dengan peserta
MTQ yang lain, kubisa menikmati
keindahan alam, tebing yang menjulang, dan udara yang masih sangat sejuk.
Karena di sana belum terjamah oleh tangan-tangan kotor yang akan merusak hutan
kami. Sehingga tiada alasan apa pun buat kami untuk tidak mensyukuri nikmat
yang selalu diberikan oleh-Nya.
Sekitar jam 4
sore aku sampai di tempat lomba. Masing-masing kafilah dari beberapa kecamatan
tinggal di rumah penduduk desa. Kami berbaur bersama penduduk sekitar dengan
nuansa yang penuh keakraban. Menariknya lagi ketika mau mandi kami harus menuju
bawah jembatan yang jaraknya kira-kira 1 kilometer dari tempat menginap. Karena
air di sana lumayan susah. Dan kami pun terkadang jalan kaki. Tapi ini menjadi pengalaman dan suasana yang luar
biasa bagiku. Malam harinya, MTQ dibuka langsung
oleh bapak bupati kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu mars MTQ yang
diciptakan oleh Agus Sunarya dengan lirik sebagai berikut:
Gema Musabaqah
Tilawatil Quran
Pancaran Ilahi
Cinta pada Allah, Nabi, dan Negara
Wajib bagi kita
Limpah
ruah bumi Indonesia
Adil makmur sentosa
Baldatun thayyibatun warabbun ghafur
Pasti terlaksana
Musabaqah
Tilawatil Quran Agung
Wahyu kalam Tuhan
Pancasila sakti dasar Indonesia
Pujaan bangsaku
Gemah
ripah tanah air kita
Aman, damai, sentosa
Baldatun thayyibatun warabbun ghafur
Nusantara Jaya
Saat menyanyikan
lagu mars MTQ seraya berdiri penuh khidmat bulu kudukku merinding. Niat kuat
untuk membela agama dan mengembangkan Al Qur’an semakin terpatri dalam jiwa. Bismillah, semoga aku bisa memberikan
yang terbaik buat keluarga, daerahku, agama dan bangsa. Batinku bergumam
demikian. Pagi harinya aku harus tampil dan berjuang. Ada sekitar 16 kecamatan
yang mengikuti lomba Fahmil Qur’an dan harus melalui babak penyisihan. Nantinya
hanya ada 4 regu yang lolos di babak final. Dan aku menjadi juru bicaranya. Alhamdulillah aku lolos pada hari
pertama. Kemudian babak final akan dilanjutkan pada hari berikutnya. Saat itu menjadi
suasana yang menegangkan bagiku. Karena 4 regu pasti akan mengeluarkan segala
kemampuannya terbaiknya. Tuan rumah pasti di unggulkan. Lawan-lawanku juga
mahasiswa yang berasal dari kampus berbasis islam. Tapi bagiku yang terpenting
adalah mental dan keyakinan kuat untuk
menjadi pemenang. Babak final dimulai, soal wajib jawab Alhamdulillah selesai. Hampir semua regu bisa menjawab. Kemudian
dilanjutkan dengan babak lemparan. Nilai masing-masing regu terus
kejar-kejaran. Terakhir adalah babak rebutan. Di situlah mental dan strategi
menjawab dipertaruhkan. 10 soal rebutan untuk babak rebutan dan 8 soal berhasil
aku jawab dengan benar. Dan kami menjadi
pemenang.
Suara tepuk
tangan membanjiri arena MTQ. Ucapan selamat dan kegembiraan terpancar dari para
pendukung dan official. Ini merupakan
kemenangan pertama dari kecamatan kita dan kalian bisa menjadi juara 1. Selamat
ya Sofyan, aku bangga padamu Pertahanankan dan kembangkan bakatmu. Semoga kelak
kamu bisa menjadi manusia yang berguna di masa mendatang. Terus berjuang ke
Provinsi. Semoga kamu berhasil.. Begitulah kurang lebihnya beberapa kalimat
yang diucapkan oleh bapak camat sambil menyalamiku. Karena beliau melihat langsung babak final sebagai tanda dukungan
terhadapku. Suasana haru merasuk dalam kalbuku. 4 bulan lagi dan di tahun ini
juga aku harus melangkah ke tingkat
Provinsi dan aku akan berusaha memberikan yang terbaik. Karena bagiku, tidak
ada kesuksesan tanpa perjuangan.
Kemenangan tidak
membuatku lupa akan hasil sebuah perjuangan. Masih banyak yang belum aku
dapatkan. Tapi setidaknya aku pantas berbangga dengan diriku sendiri karena
bisa membawa nama harum dan membawa pulang tropi kebanggaan yang diperebutkan
oleh beberapa kecamatan. Sejak itu, namaku selalu disebut-sebut oleh kafilah
dari kecamatan lain yang pada awalnya tidak kenal, kemudian mereka menegurku.
Bertanya tentang asli dari mana, bagaimana cara belajarnya dan lulusan pesanten
mana. Banyak perubahan sikap orang lain setelah aku menang. Tapi apakah hanya
dengan kemenangan kita bisa di kenal orang? Mungkin iya mungkin juga tidak.
Tetapi setidaknya jika kita berprestasi maka orang akan lebih menghargai kita.
Sejak itulah aku
merasa memiliki tanggung jawab besar karena membawa nama daerahku. MTQ bukan
lomba biasa. Al Qur’an yang menjadi dasarnya. Dari situlah aku kembali
bercermin terhadap diri pribadi. Ini semua karena kuasa Allah. Aku sadar bahwa
perjuangan ini sebagai jalan menuju
cinta-Nya. Setidaknya dalam hidupku aku bisa memberikan yang terbaik. Semoga
kemenangan ini bisa menjadi inspirasi bagi siapa saja yang ingin berhasil.
Intinya keberhasilan itu tidak bisa didapatkan tanpa berpeluh keringat dan
pejuangan yang sungguh-sungguh. Tentunya di sertai dengan doa dan keyakinan
kepada Allah SWT bahwa kita bisa.
Tag :
Ngaji,
Serba-serbi
0 Komentar untuk "MTQ, Menuju Jalan Cinta-Nya"
Sahabat, silahkan tulis komentar yang membangun, gunakan bahasa yang baik dan sopan. Mari berbagi dalam kebaikan.
Salam perjuangan