Assalamu'alaikum Warahmatulahi
Wabarakatuh.
Maha suci Allah SWT yang telah memberikan suatu
kehidupan nan damai di negara yang masih berjuang menemukan siapa dirinya
sebenarnya. Semoga Allah SWT memberikan pertolongan sehingga negeriku Indonesia
menjadi sebuah negara yang bisa memberikan rasa makmur, aman, adil dan
sejahtera bagi rakyatnya. Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah memberi contoh kepada kami bagaimana kami bisa menjadi warga negara yang taat terhadap aturan
negara.
Negeriku yang masih enggan tersenyum.
![]() |
sumber gambar |
Berangkat dari undanganmu tentang “Surat Untuk
Indonesia”, saya mempunyai keluhan dan sampai saat ini masih mendera dan entah
sampai kapan Negeriku Indonesia tercinta akan menjadi sebuah negeri yang bisa didambakan
oleh rakyatnya. Permasalahan demi permasalahan bergulir begitu tertata, tanpa
ada solusi nyata yang bisa menjadi jawaban atas permasalahan yang ada.
Permasalahan seperti pendidikan, kemiskinan, kesenjangan sosial, kesehatan, ketertiban,
ketidakadilan, TKI yang terancam dihukum mati dan permasalahan lain yang sudah
sangat menggurita. Hal tersebut menjadi cambuk bagi kami sebagai rakyat Indonesia
betapa permasalahan ini menjadi hal yang tidak bisa disepelekan lagi. Sebagai
rakyat biasa tentunya kami semua mengharapkan apa yang dijanjikan oleh pejabat
dibuktikan secara nyata. Tapi apa nyatanya? Semua jauh dari janji-janji yang
terucap. Semua dibantah dengan anggaran tidak ada, sistem tidak mendukung, dan
alasan-alasan yang mencoba merasionalkan padahal sebenarnya tidak rasional.
Bagaimana jawaban itu bisa dianggap rasional kalau pejabat yang bicara itu sang
koruptor. Entahlah. Yang terpenting bagi kami sebagai rakyat akan mencoba
sekuat hati dan tenaga kemudian patuh atas aturan negara. Tetapi, jika suatu
saat nanti kami sebagai rakyat tidak kuat, mungkin kami serahkan KTP (kartu
Tanda Penduduk) sebagai bukti bahwa kami sudah berhenti atau mengundurkan diri menjadi warga negara.
Mungkin bagi negeriku ini alasan yang lucu dan aneh. Tapi ini merupakan
ketidakmampuan kami menghadapi rentetan permasalahan yang semakin hari bukannya
berkurang tetapi bertambah. Objektif atau tidak tetapi itu bentuk dari
kerinduan kami sebagai rakyat akan adanya negara yang menjunjung hak-hak
rakyat, negara yang mengerti akan pedihnya kondisi kami di daerah perbatasan, mengerti
akan nasib kami dipelosok desa yang
hanya makan nasi aking, mengerti akan bayi kami yang mati karena tidak mampu
bayar biaya rumah sakit dan mengerti akan kami di pedesaan dan daerah pinggiran yang tidak mampu bayar uang SPP sekolah
kemudian dikeluarkan.
Negeriku yang sangat aku banggakan. Rakyat bisa
memahamimu karena rakyat Indonesia lebih dari 200 juta. Tetapi janganlah hanya
itu yang dijadikan alasan kemudian kami tidak lagi mendapati kepedulian dan
kebahagiaan. Bahagia dan peduli bagi kami itu sudah cukup. Tetapi sampai detik
ini saat saya menuliskan surat ini untukmu negeriku, kebahagiaan itu terpasung
dan tertutup oleh ulah oknum pejabat negara yang secara awam bagi kami sudah
tidak bisa dimaafkan. Mereka menghiasai media dengan mencoba memperkaya diri
sendiri dan itu selalu menjadi topik utama. Kemudian kami yang di pelosok kapan
kami di sorot seperti mereka? Biar ada sedikit ruang dari negara untuk melihat
kami yang lemah ini. Sudahlah, saya akan fokus sejenak pada daerahku, betapa masalah kesehatan menjadi faktor yang membuat
saya menangis. Masih banyak orang miskin yang tidak mendapatkan bantuan
kesehatan. Bahkan mereka membiarkan keluarganya yang sakit diurus di rumah
padahal nyawa hampir menjemputnya. Saya tidak tahu mengapa masalah kesehatan
masih saja menjadi bahan yang patut diperbincangkan dan kemudian disoroti
secara tajam atau memang sebuah kalimat “Orang Miskin Dilarang Sakit” menjadi
suatu kekuatan bagi kami sebagai rakyat untuk tidak sakit atau lebih baik mati.
Mungkin juga jika kesenjangan mengenai bantuan kesehatan masih saja seperti ini
dan bahkan tidak ada lagi kejelasan, buat saja sebuah tulisan yang besar
seperti pamflet dan kemudian ditempel di perumahan warga miskin “Orang Miskin
Haram Sakit”. Mungkin kalimat yang lebih tajam seperti itu bisa menjadi
kekuatan bagi kami untuk tidak sakit. Kalaupun sakit, kami akan mengatakan
tidak sakit, ataupun pura-pura tidak sakit. Karena bicara sakit atau tidak
bukan menjadi prioritas bagimu negeriku.
Negeriku yang kusayangi. Beberapa kalimat di
atas merupakan bagian dari kami peduli padamu. Indonesia yang kaya akan sumber
daya manusia dan sumber daya alam masih belum mampu menemukan jati dirinya.
Sakit hati kami jika semua itu hanya menjadi isapan jempol belaka. Wahai para
pejabat dan orang yang menentukan kebijakan di negeri ini, kemarilah dan jenguk
kami yang di perbatasan, di pelosok desa yang jalannya seperi kubangan kerbau,
kami yang berada di daerah sarat konflik dan daerah terpencil lainnya.
Kedatanganmu sudah cukup menyembuhkan lukaku. Beri kami kepercayaan dan
mencobalah mau berkotor-kotor melihat kami di daerah yang sulit terjangkau.
Bagaimana kondisi rumah sakit kami, bagaimana nasib anak-anak kami yang terkena
busung lapar, bagaimana kami setiap hari masih berjuang mencari sebulir nasi.
Kami sangat merindukan negeriku yang
penuh dengan kedamaian dan mau mendatangi kami dengan senyuman.
Akhir
kata kami sebagai rakyat hanya bisa mendoakan semoga negeri ini menjadi negeri
yang sjeahtera, subur dan makmur, adil dan aman. Dimana yang berhak akan
mendapat haknya, yang berkewajiban akan melaksanakan kewajibannya dan yang
berbuat baik akan mendapat anugerah sebesar kebaikannya. Tidak terlihat lagi
kezaliman yang merajalela seperti orang kuat
menzalimi yang lemah, yang berharta memanfaatkan hartanya untuk meraih jabatan
dan possisi yang strategis. Jika masih demikian, tunggulah kehancuran.
Negeriku, rakyat
bermimpi negeri ini menjadi negeri yang sederhana tetapi mampu memakmurkan
rakyatnya. Bukan di mata dunia hebat dan perkasa namun bagi rakyat negeri ini tidak
bisa menjadi apa-apa dan bukan siapa-siapa.
Demikian
surat terbuka ini mewakili rakyat kecil terutama yang berada di daerah pelosok
seperti saya, semoga Allah SWT memberikan hidayah bagi mereka-mereka yang lalai
akan tugasnya kemudian negeri ini akan berubah menjadi Negeri yang “baldatun toyyibatun warobbun ghofur”.
Aamiin.
Salam jaya Negeriku.
Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wa Barakaatuh
Tag :
Serba-serbi
0 Komentar untuk "Surat Untuk Negeriku"
Sahabat, silahkan tulis komentar yang membangun, gunakan bahasa yang baik dan sopan. Mari berbagi dalam kebaikan.
Salam perjuangan