"Sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi yang lainnya"

Selamat Datang di Sofyan Blog's - "Kesuksesan hanya milik mereka yang mau berjuang"

Sumpah Dari Rumah Kos ; Menuju Indonesia Merdeka

sumber
Rumah berukuran 460 meter persegi itu masih berdiri kokoh di jalan Kramat 106, Jakarta. Delapan puluh sembilan tahun silam, sang pemilik rumah, Si Kong Liong, menjadikannya sebagai rumah kos mahasiswa. Kebanyakan mahasiswa Stovia (Sekolah Pendidikan Dokter Hindia) dan Sekolah Tinggi Hukum RHS. Muhammad Yamiin, Aboe Hanifah, Amir Sjarifuddin, Soegondo, dan Djojopoespito adalah beberapa di antaranya.
Setiap mahasiswa membayar sewa 12,5 gulden setiap bulan, setara dengan 40 liter beras waktu itu. Mereka memilih tempat itu lantaran kontrakan sebelumnya di Kwitang terlalu sempit untuk beragam kegiatan seperti diskusi politik dan latihan seni.
Dua tahun berikutnya, Sejak 1926, penghuni kos-kosan ini makin beragam. Kebanyakan aktivis pemuda dari berbagai daerah di Hindia Belanda. Kegiatannya pun semakin banyak seiring menjelma menjadi markas Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI). Usai kongres pemuda pertama di tahun 1926,. para penghuni kos-kosan itu sering mengundang tokoh opemuda seperti Bung Karno untuk berdiskusi.
Pemerintah Hindia-Belanda selalu mengawasi dengan ketat kegiatan rapat pemuda. Pemerintah memang mengakui hak penduduk di atas 18 tahun mengadakan perkumpulan dan rapat. Namun bisa sewaktu-waktu memberlakukan vergader-verbod atau larangan mengadakan rapat, karena dianggap menentang pemerintah.
Setiap pertemuan harus mendapat izin dari polisi. Setelah itu, rapat dalam pengawasan penuh Politieke Inlichtingen Dienst (PID), semacam dinas intelijen politik. Rumah 106 ini juga selalu dalam kuntitan dinas intelijen ini, termasuk rapat ketiga Kongres Pemuda II.
Namun kegiatan penghuni kos itu kian ramai. Bahkan memberi nama gedung itu dengan sebutan Indonesische Clubhuis, tempat resmi pertemuan pemuda nasional. Plang namanya terpampang di depan rumah, meski Gubernur Jenderal H.J. de Graff sedang menjalankan politik tangan besi.
Dalam suatu Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928 di rumah kos itu, Moehammad Yamin menulis secarik kertas. Tulisan itu disodorkan kepada Soegondo ketika Mr. Sunario sebagai utusan kepanduan, tengah berpidato pada sesi terakhir kongres.”Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya mempunyai suatu formulasi yang lebih elegan untuk keputusan Kongres ini),” bisik Yamin kepada Soegondo.
Soegondo membubuhi paraf setuju pada secarik kertas tersebut, kemudian diteruskan kepada yang lain : Pertama: Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoea: Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga: Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Siapa sangka, dari rumah kos itu, tidak hanya terbit majalah Indonesia Raya. Di tempat itu pula lagu Indonesia Raya pertama dikumandangkan. Dan akhirnya kos-kosan itu menjelma menjadi ajang konsolidasi pemuda lintas daerah.
(Mengenang Sumpah Pemuda)


0 Komentar untuk "Sumpah Dari Rumah Kos ; Menuju Indonesia Merdeka"

Sahabat, silahkan tulis komentar yang membangun, gunakan bahasa yang baik dan sopan. Mari berbagi dalam kebaikan.
Salam perjuangan

Back To Top